1.Definisi
Dari UKM
Beberapa lembaga atau instansi
bahkan UU memberikan definisi Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah
Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan
Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan UU No.
20 Tahun 2008. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan
yang lainnya. Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK),
termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki
kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000.
Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara
Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp
10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kunatitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.
Berdasarkan Keputuasan Menteri
Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal
27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha
yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun
setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-tingginya Rp
600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1)
badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri
rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang
barang dan jasa)
Pada tanggal 4 Juli 2008 telah
ditetapkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah. Definisi UKM yang disampaikan oleh Undang-undang ini juga berbeda
dengan definisi di atas. Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini, yang disebut dengan
Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1)
kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Sementara itu, yang disebut
dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai
berikut : (1) kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar
rupiah).
Definisi dan
Kriteria UKM menurut Lembaga dan Negara Asing
Pada prinsipnya definisi dan kriteria UKM di negara-negara
asing didasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut : (1) jumlah tenaga kerja,
(2) pendapatan dan (3) jumlah aset. Paparan berikut adalah kriteria-kriteria
UKM di negara-negara atau lemabaga asing.
1. World Bank, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :
1.1 Medium Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah
karyawan maksimal 300 orang
2. Pendapatan
setahun hingga sejumlah $ 15 juta
3. Jumlah aset
hingga sejumlah $ 15 juta
1.2 Small Enterprise, dengan
kriteria :
1. Jumlah
karyawan kurang dari 30 orang
2. Pendapatan
setahun tidak melebihi $ 3 juta
3. Jumlah aset
tidak melebihi $ 3 juta
1.3 Micro Enterprise, dengan
kriteria :
1. Jumlah
karyawan kurang dari 10 orang
2. Pendapatan
setahun tidak melebihi $ 100 ribu
3. Jumlah aset
tidak melebihi $ 100 ribu
2. Singapura mendefinisikan UKM sebagai usaha yang memiliki minimal 30%
pemegang saham lokal serta aset produktif tetap (fixed productive asset) di
bawah SG $ 15 juta.
3. Malaysia,
menetapkan definisi UKM sebagai usaha yang memiliki jumlah karyawan yang
bekerja penuh (full time worker) kurang dari 75 orang atau yang modal pemegang
sahamnya kurang dari M $ 2,5 juta. Definisi ini dibagi menjadi dua, yaitu :
3.1 Small
Industry (SI), dengan kriteria jumlah karyawan 5 – 50 orang atau jumlah modal
saham sampai sejumlah M $ 500 ribu
3.2 Medium
Industry (MI), dengan kriteria jumlah karyawan 50 – 75 orang atau jumlah modal
saham sampai sejumlah M $ 500 ribu – M $ 2,5 juta.
4. Jepang, membagi UKM sebagai berikut :
4.1 Mining
and manufacturing, dengan kriteria jumah karyawan maksimal 300 orang atau
jumlah modal saham sampai sejumlah US$2,5 juta.
4.2
Wholesale, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal
saham sampai US$ 840 ribu
4.3 Retail,
dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau jumlah modal saham
sampai US$ 820 ribu
4.4 Service,
dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham
sampai US$ 420 ribu
5. Korea
Selatan, mendefinisikan UKM sebagai usaha yang jumlahnya di bawah 300 orang dan
jumlah assetnya kurang dari US$ 60 juta.
6. European Commision, membagi UKM ke dalam 3 jenis,
yaitu :
6.1 Medium-sized Enterprise, dengan
kriteria :
1. Jumlah
karyawan kurang dari 250 orang
2. Pendapatan
setahun tidak melebihi $ 50 juta
3. Jumlah aset
tidak melebihi $ 50 juta
6.2 Small-sized Enterprise, dengan
kriteria :
1. Jumlah
karyawan kurang dari 50 orang
2. Pendapatan
setahun tidak melebihi $ 10 juta
3. Jumlah aset
tidak melebihi $ 13 juta
6.3 Micro-sized Enterprise, dengan
kriteria :
1. Jumlah
karyawan kurang dari 10 orang
2. Pendapatan
setahun tidak melebihi $ 2 juta
3. Jumlah aset
tidak melebihi $ 2 juta
2.Perkembangan UKM di
Indonesia
Dalam perspektif
perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
3.Kontribusi UKM Dalam
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia
UKM di negara berkembang,
seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan
sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah
pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak
merata antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi.
Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan
terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.
Karakteristik UKM di Indonesia,
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center for Micro
and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic and
Social Studies (CESS) pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan untuk
hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis
ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian
proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan
pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi.
UKM di Indonesia dapat
bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1)
Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods),
khususnya yang tidak tahan lama, (2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking
financing dalam aspek pendanaan usaha, (3) Pada umumnya UKM melakukan
spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa
tertentu saja, dan (4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya
pemutusan hubungan kerja di sektor formal.
UKM
di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang perekonomian.
Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya adalah
sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat beberapa fungsi
utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) Sektor UKM sebagai
penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor
formal, (2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB), dan (3) Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara
melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.
Kontribusi UKM di Indonesia
dapat ditinjau dari 3 aspek sebagai berikut seperti, yaitu (1) nilai tambah,
(2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas, (3) nilai ekspor. Untuk lebih jelasnya
Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Nilai Tambah
Kinerja perekonomian Indonesia
yang diciptakan oleh UKM tahun 2006 bila dibandingkan tahun sebelumnya
digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) UKM pertumbuhannya mencapai
5,4 persen. Nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun
meningkat sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar
1.491,2 triliun. UKM memberikan kontribusi 53,3 persen dari total PDB
Indonesia. Bilai dirinci menurut skala usaha, pada tahun 2006 kontribusi Usaha
Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6 persen, dan Usaha Besar
sebesar 46,7 persen.
2. Unit Usaha dan Tenaga Kerja
Pada
tahun 2006 jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98 persen
terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai
85,4 juta orang.
3. Ekspor UKM
Hasil produksi UKM yang diekspor ke
luar negeri mengalami peningkatan dari Rp 110,3 triliun pada tahun 2005 menjadi
122,2 triliun pada tahun 2006. Namun demikian peranannya terhadap total ekspor
non migas nasional sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi
20,1 persen pada tahun 2006.
Daftar Pustaka & Referensi :
https://infoukm.wordpress.com/2008/08/11/definisi-dan-kriteria-ukm-menurut-lembaga-dan-negara-asing/